Surabaya – Pengembangan aktivitas Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirian ke RPH Tambak Osowilangun (TOW) dilakukan bukan hanya karena perubahan tata ruang Kota Surabaya, tetapi juga untuk menjawab tuntutan standarisasi pemotongan hewan, kesehatan lingkungan, dan kesejahteraan hewan
Direktur Utama RPH Surabaya, Fajar A. Isnugroho, menegaskan bahwa relokasi ini merupakan bagian dari transformasi sistem pemotongan hewan agar sesuai dengan regulasi nasional maupun standar internasional.
“Pengembangan ini tidak bisa dilihat hanya dari sisi lahan. Ada keharusan standarisasi pemotongan hewan yang baik, higienis, ramah lingkungan, dan memenuhi prinsip kesejahteraan hewan,” kata Fajar, Selasa (31/12/2025).
Didorong Penataan Kota dan Revitalisasi Kawasan Pegirian
Dari sisi tata ruang, kawasan Pegirian ke depan akan dioptimalkan menjadi kawasan wisata religi yang terintegrasi dengan Masjid Sunan Ampel, terminal bus, serta aktivitas ekonomi pendukung seperti pusat belanja dan penginapan.
Langkah ini sejalan dengan upaya Pemerintah Kota Surabaya mengalihkan fungsi kawasan padat dan bersejarah menuju sektor jasa dan pariwisata, sekaligus meningkatkan nilai ekonomi masyarakat sekitar.
Bangunan Tua Tak Lagi Memenuhi Standar
Di luar faktor tata ruang, kondisi fisik RPH Pegirian menjadi alasan utama pemindahan. RPH ini merupakan bangunan tua yang berdiri sejak tahun 1927, dengan sebagian peralatannya masih menggunakan teknologi lama.
“Sebagian alat di RPH Pegirian masih peninggalan era kolonial.Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) juga sudah tidak lagi memenuhi standar pengelolaan limbah saat ini,” ujar Fajar.
Padahal, berdasarkan regulasi Kementerian Pertanian, RPH modern harus memenuhi prinsip ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal), termasuk pengelolaan limbah cair, alur bersih dan kotor yang terpisah, serta fasilitas pendukung kesejahteraan hewan.
Tambak Osowilangun Dinilai Lebih Ideal
Kawasan Tambak Osowilangun dipilih karena telah ditetapkan sebagai kawasan industri, sehingga lebih ideal untuk aktivitas pengurangan hewan dalam skala besar dengan sistem terintegrasi yang jauh dari pemukiman penduduk.
RPH Tambak Osowilangun dibangun oleh Pemerintah Kota Surabaya dan dikelola oleh RPH Surabaya Perseroda sebagai bentuk pengembangan usaha sekaligus modernisasi layanan publik.
“Pembangunan RPH TOW diawali dengan survei dan kajian lingkungan secara menyeluruh. Semua kebutuhan operasional di RPH Pegirian kami petakan dan ditata ulang di lokasi baru, mulai dari pemotongan, pencacahan, pengkarkasan, hingga IPAL,” jelas Fajar.
Tidak Ada Skema Uji Coba Bertahap
Secara prinsip, RPH Tambak Osowilangun dinyatakan siap dimanfaatkan sejak November 2025. Namun, pengoperasiannya tidak bisa dilakukan secara bertahap seperti relokasi kantor.
“Tempat pemotongan hewan tidak mengenal uji coba. Begitu siap digunakan, pengiriman sapi langsung dialihkan dari RPH Pegirian ke RPH TOW, dan seluruh aktivitas pemotongan berjalan penuh,” kata Fajar.
Sebelum beroperasi penuh, RPH Surabaya memastikan kesiapan fasilitas utama, seperti pemotongan area, penanganan, penampungan ternak, serta fasilitas khusus pemotongan sapi eks impor jenis Brahman Cross (BX).
Penuhi Standar Kesejahteraan Hewan dan Pasar Internasional
Dalam proses persiapan, RPH Surabaya mendapat pengawasan dari Animal Welfare Organization (AWO) untuk memastikan seluruh aspek operasional sesuai standar internasional.
“Jika standar kesejahteraan hewan tidak terpenuhi, negara pemasok seperti Australia tidak akan mengirimkan sapi. Ini bukan hanya masalah etika, tapi juga keinginan pasokan dan kepercayaan pasar,” ujar Fajar.
Ia menambahkan, keberadaan RPH Tambak Osowilangun diharapkan menjadi model RPH modern yang tidak hanya mendukung ketahanan pangan kota, tetapi juga ramah lingkungan dan kompetitif secara global.(*)
Tulis Komentar